Untuk memahami suatu kegiatan penelitian ilmiah dan ilmu penegetahuan, orang harus mengenal dan memahami, setidak-tidaknya sebagian bahasa dan pendekatan ilmiah yang digunakan dalam pemecahan masalah.
Satu diantara hal-hal paling sulit dalam mempelajari ilmu pengetahuan ialah arti dan penggunaan khusus yang diberikan oleh ilmuan pada kata – kata sehari - hari. Ketika peneliti berbicara tentang variable bebas dan variable terikat, kita harus mengetahui arti yang dimaksudkannya. Ketika peneliti mengatakan bahwa dia telah merandominasikan prosedur eksperimennya, kita bukan hanya harus tahu maksudnya melainkan juga mengerti alasan tindakan-tindakan itu.
Pendekatan yang digunakan ilmuwan harus dipahami baik-baik. Pendekatan ilmuwan bukanlah sesuatu yang ajaib dan esetorik, tapi manakala sudah dipahamai akan tampak wajar bahkan hampir tak terhindarkan pendekatan yang digunakan ilmuan itu.
Marilah kita mulai pengkajian kita dengan menperhatikan cara ilmuwan mendekati maslah, dan mengamati perbedaan antara pendekatan itu dengan apa yang boleh disebut sebagai pikiran sehat ( common sense)
ILMU PENGETAHUAN DAN PIKIRAN SEHAT
Ilmu merupakan perpanjangan pikiran sehat yang sistematis dan terkendali, seperti dikatan oleh Conant bahwasannya pikiran sehat adalah serangkaian konsep dan pola konseptual yang memenuhi kebutuhan psikis manusia. Akan tetapi konsep dan pola konseptual tersebut dapat menyesatkan dalam ilmu modern, khususnya psikologi dan pendidikan. Hanya dengan berdasarkan pikiran sehat, banyak pendidik pada abad yang baru lalu menemukakan bahwa hukuman atau sanksi banyak berguan sebagai sarana dasar dalam pendidikan. Akan tetapi kini kita memiliki bukti bahwa pandanagn tentang motivasi yang hanya berdasarkan pikiran sehat itu boleh jadi keliru. Hadiah ( reward ) kelihatan lebih efektif daripada hukuman dalam membantu proses belajar.
Ilmu dan “common sense” berbeda tajam dalam lima hal. Perbedaan itu berkisar pada kata “sistematik” dan “terkendali”. Beda pertama, penggunaan konseptual dan struktur teoritisnya nyata-nyata lain. Orang awam memang menggunakan “teori” dan konsep, tetapi biasanya dalam pengertian yang longgar. Penjelasan yang “aneh/khayal” tentang fenomen alami dan insan sering diterima begitu saja tanpa dipertanyakan secara mendalam.
Kedua, ilmuan secara sistematis dan empiris menguji teori-teori dan hipotesis-hipotesisnya. Orang-oarang yang bukan ilmuwan pun menguji “hipotesis”, namun dengan cara yang boleh disebut “selektif”. Mereka sering memilih-milih bukti tertentu, semata-mata karena cocok dengan hipotesisnya.
Perbedaan ketiga terletak pada pengertian tentang kendali atau control. Dalam penelitian ilmiah, “control” dapat berarti bermacam-macam. Istilah itu menyiratkan bahwa ilmuwan secara sistematis berupaya untuk mengesampingkan variabel-variabel yang merupakan sebab-sebab “bagi timbulnya akibat-akibat yang sedang dikaji”.
Perbedaan keempat antara ilmu dan common sense mungkin tidaklah begitu tajam. Telah dikatan bahwa ilmuwan terus menerus terpancang pada hubungan antara fenomen-fenomen. Demikian pula orang kebanyakan yang menggunakan common sense untuk menjelaskn fenomen. Akan tetapi ilmuwan secara penuh sadar dan sistematis mencari hubungan-hubungan itu. Keasyikan orang kebanyakan tentang hubungan bersifat longgar, tidak sistematis dan terkendali.
Perbedaan terakhir antara common sense dengan ilmu terletak dalam penjelasan yang berlainan mengenai fenomen yang teramati. Ilmuwan, berupaya menjelaskan hubungan-hubungan antara fenomen-fenomen yang teramati, secara hati-hati mengesampingkan apa yang dinamakan “penjelasan metafisik”.
EMPAT METODE PENGETAHUAN
Charles Pierce mengungkapkan bahwa ada empat jalan untuk memperoleh pengetahuan, yaitu ;
1) Dengan kegigihan/keuletan ( tenacity). Dengan cara ini kita dapat memegang teguh kebenaran, yakni kebenaran yang kita kenal sebagai hal yang benar karena kaita memegangnya teguh, karena kita senantiasa mengetahuinya sebagai sesuatu yang benar.
2) Jalan kedua kearah pengetahuan adalah cara otoritas/kewenangan. Inilah cara yang ditempuh dalam hal keyakinan yang telah mapan.
3) A priori. ( Cohen dan Nagel menyebutnya metode intuisi ). Gagasannya ialah, melalui pergaulan dan komunikasi bebas orang dapat memperoleh kebenaran, karena ia mempunyai kecenderungan alami kearah kebenaran.
4) Metode ilmu pengetahuan.
Pendekatan ilmiah memiliki ciri yang tidak ada pada ketiga metode lain dalam memperoleh pengetahuan: kesanggupan mengoreksi diri.
ILMU DAN FUNGSI – FUNGSINYA
Secara garis besar, ada dua pandangan tentang ilmu, yakni pandangan statis dan pandangan dinamis. Pandangan statis tampak mempengaruhi kebanyakan orang awam dan mahsiswa, adalah bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu kegiatan yang memberikan sumbangan berupa informasi sistematis kepada dunia. Tugas ilmuwan adalah menyingkapkan fakta baru dan menambahkanya pada tubuh informasi yang telah ada sebelumnya. ilmu bahkan dipandang sebagai sehimpun fakta. Dalam pandangan ini, ilmu pengetahuan juga merupakan suatu cara untuk menjelaskan fenomen-fenomen yang teramati. Dengan demikian tekanannya adalah pada taraf dan keadaan ilmu pengetahuan yang sekarang dan peningkatannya, dan pada perangkat hukum, teori, hipotesis, dan kaidah- kaidah yang sekarang.
Dipihak lain pandangan dinamis melihat ilmu sebagai suatu kegiatan, yakni hal-hal yang dilakukan oleh para ilmuwan. Tentu saja taraf pengetahuan yang tercapai pada suatu saat tertentu itu penting. Akan tetapi hal itu penting terutama karena merupakan landasan bagi teori dan penelitian lebih lanjut. Gagasan ini disebut pandangan heuristik. Kata “heuristic” yang berarti berfungsi menyingkap atau mengungkap, kini mempunyai konotasi yang berkaitan dengan penemuan diri. Pandangan heuristik dalam ilmu pengetahuan menekankan teori dan skema konseptual yang saling terkait dan banyak manfaatnya bagi penenlitian lebih lanjut. Tekanan heuristik adalah tekanan pada penemuan atau penyingkapan.
Fungsi Ilmu
Dalam hal ini kita menemukan dua pandangan. Para praktisi yang umumnya bukan ilmuwan memandang ilmu sebagai suatu disiplin atau kegiatan yang ditujukan pada perbaikan hal-ihwal, dan pada kemajuan. Beberapa ilmuwan pun mengambil sikap begini. Dalam pandangan ini fungsi ilmu pengetahuan adalah melakukan penyingkapan, mempelajari fakta, memajukan pengetahuan guna melakukan berbagai perbaikan.
Suatu pandangan yang berbeda diungkapan oleh Braithwaite : “ Fungsi ilmu pengetahuan, adalah menetapkan hukum-hukum umum yang meliputi perilaku kejadian dan obyek yang dikaji oleh ilmu yang bersangkutan, dengan demikian memungkinkan kita saling mengaitkan pengetahuan kita tentang kejadian-kejadian yang belum dikenal”.
TUJUAN ILMU, PENJELASAN ILMIAH DAN TEORI
Tujuan dasar ilmu adalah teori, tujuan ilmu adalah menjelaskan fenomen-fenomen alami. Penjelasan-penjelasan itu dinamakan teori. Tujuan-tujuan lain ilmu pengetahuan yang telah dinyatakan ialah penjelasan, pemahaman, prediksi/peramalan, dan kontrol/pengendalian. Akan tetapi jika kita menerima teori sebagai tujuan akhir dan utama dari ilmu, penjelasan dan pemahaman itu menjadi bagian dari tujuan utama tersebut.
PENELITIAN ILMIAH SUATU DEFINISI
Penelitian ilmiah adalah penyelidikan yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis tentang fenomen-fenomen alami, dengan dipandu oleh teori dan hipotesis tentang hubungan yang dikira terdapat antara fenomen-fenomen itu.
Ada dua butir yang perlu ditekankan. Pertama, kalau kita berkata bahwa penelitian ilmiah bersifat sistematis dan terkontrol, ini berarti bahwa penyelidikan ilmiah tertata dengan cara tertentu sehingga penyidik dapat memiliki keyakinan kritis mengenai hasil penelitian.
Kedua, penyelidikan bersifat empiris. Jika ilmuwan berpendapat bahwa sesuatu adalah begini, dia harus menggunakan cara tertentu untuk menguji keyakinannya itu dengan sesuatu diluar diri si ilmuwan. Dengan kata lain, pendapat atau keyakinan sebyektif harus diperiksa dengan menghadapkannya pada realitas obyektif.
PENDEKATAN ILMIAH
Pendekatan ilmiah merupakan bentuk sistematis yang khusus dari seluruh pemikiran dan telah reflektif.
Masalah, Hambatan, Gagasan
Ilmuwan biasanya mengalami suatu hambatan dalam upayanya memahami. Ada keresahan yang samar-samar tentang fenomen-fenomen yang teramati dan tak teramati. Langkah pertama dan terpenting yang dilakukannya adalah mengungkap gagasan itu secara terbuka. Ilmuwan harus menggulatinya, menguji, dan menghayatinya.
Hipotesis
Setelah intelektualisasi masalah, setelah menengok kebelakang pada pengalaman guna mencari solusi yang mungkin, dan setelah mengamati fenomena yang relevan, ilmuan boleh merumuskan hipotesis. Suatu hipotesis adalah pernyataan dugaan, suatu posisi tentative ( sementara ) mengenai hubungan atau relasi antara dua fenomen ataupun variable atau lebih. Ilmuwan akan berkata ,” jika `anu` muncul, maka `itu` akan menjadi sebagai akibatnya”.
Penalaran Deduksi
Langkah atau kegiatan ini sering lolos dari perhatian, atau kurang ditekankan. Tahap ini barangkali adalah bagian terpenting dalam analisis. Ilmuwan mendeduksi konsekuensi-konsekuensi dari hipotesis yang telah dirumuskannya.
Sebuah contoh akan dapat membantu pemahaman tentang tahap “penalaran-runutan” ini. Andaikan seorang penyelidik terusik untuk mempelajari perilaku agresif. Dia bertanya-tanya mengapa orang sering agresif dalam situasi ketika agresifitas itu tidaklah pada tempatnya. Dia mencatat bahwa perilaku agresif tampaknya muncul manakala orang telah mengalami suatu kesulitan. Setelah berpikir beberapa lama, membaca-baca buku untuk menemukan petunjuk, dan melakukan pengamatan lebih lanjut, dirumuskannya suatu hipotesis: frustasi mengakibatkan agresi. Frustasi disini didefinisikan sebagai keterhalangan mencapai tujuan, dan agresi adalah perilaku yang bercirikan serangan fisik dan verbal terhadap orang atau obyek lain.
Penalaran dapat membantu kita untuk samapai pada masalah-masalah yang lebih luas, lebih mendasar, dan dengan demikian lebih bermakna, dan juga menyediakan implikasi operasional ( yang dapat diuji) dari hipotesis aslinya.
Observasi-Tes-Eksperimen
Observasi-tes-eksperimen hanyalah bagian dari upaya ilmiah. Jika masalahnya dinyatakan dengan baik, hipotesis, atau hipotesis-hipotesisnya dirumuskan secara memadai, dan implikasi hipotssi itu dirunut secara cermat, langkah ini menjadi hamper otomatis dengan anggapan bahwa penelitiannya memiliki kompetensi dalam soal-soal yang bersifat teknis.
Saripati hipotesis adalah menguji hubungan/relasi yang diungkapkan oleh hipotesis. Dengan demikian yang kita uji bukanlah variabel melainkan hubungan antara variable-variable itu. Pengamatan pengujian, dan percobaan diabadikan pada satu tujuan besar yakni menghadapkan hubungan itu pada tes empirik.
Dawey menekankan bahwa runtutan ( sequence ) pemikiran reflektif atau telaah reflektif tidaklah tetap. Dapat kita katakan bahwa : langkah-langkah atau jenjang-jenjang ancangan ilmiah tidaklah tertetapkan secara rapi. Langkah pertama tidaklah rampung secara rapi lebih dulu sebelum langkah kedua diambil. Lebih lanjut kita dapat melakukan pengujian sebelum membuat runutan yang memadai mengenai implikasi-implikasi dari hipotesis itu. Hipotesisinya sendiri mungkin tampak memerlukan penyempurnaan atau elaborasi maupun penghalusan sebagai akibat perunutan implikasi dari hipotesis tersebut. Yang sangat penting adalah umpan balik terhadap masalahnya, hipotesis-hipotesisnya, dan akhirnya teori tentang hasil-hasil penelitian.
Marilah kita meringkas apa yang disebut pendekatan ilmiah dalam melakuakan telaah. Mula-mula adalah kebimbangan, hambatan, suatu situasi terkatung-katung yang menuntut penegasan serta penetapan. Ilmuwan mengalami kebimbangan-kebimbangan yang sayup, gangguan emosional, dicekam oleh gagasan-gagasan yang setengah matang. Dia berjuang untuk merumuskan masalahnya walaupun belum memadai. Ia mempelajari kepustakaan, menyimak pengalamnnya sendiri dan pengalaman ilmuwan-ilmuwan lain. Sering ilmuwan semata-mata harus menunggu suatu lompatan inventif dalam pikiranya. Mungkin itu terjadi, mungkin pula tidak jika masalah sudah dirumuskan, jika pertanyaan-pertanyaan dasar telah dirumuskan sepatutnya, yang lain-lain menjadi mudah. Kemudian hipotesispun dikembangkan dan dari hipotesis ini dijabarkan implikasi-implikasi empirisnya. Dalam proses ini hipotesis aslinya mungkin diubah. Mungkin diluaskan atau disempitkan. Bahakan hipotesis asli itu sama sekali ditinggalkan. terakhir bukan yang final, hubungan atau kaitan yang diungkapkan dalam hipotesis itu diuji terhadap pengamatan dan eksperimen. Atas dasar bukti inilah eksperimen ditolak atau diterima. Informasi ini kemudian dikembalikan pada masalah semula, dan masalah itu dipertahankan atau diubah seperti yang dituntut oleh bukti yang ada.
REFERENSI
Kerlinger, Fred N. Asas asas Penelitian Behavioral. Cetakan ke-11 tahun 2006. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar